Selasa, 27 Mei 2014

Selamat ulang tahun Ayah



Kepada lelaki yang kini mulai beruban,

Aku ingin merenungi banyak hal tentangmu terutama tentang aku yang telah enam belas tahun memilikimu. Pertama, tentang perjalanan yang telah membawaku ke tahap ini. Adalah sebuah syukur kepada semesta bahwa aku telah diberikan kesempatan bernapas, enam belas tahun hidup di dunia,dibahumu aku bersandar ,menatap lembut wajahmu,mataku terbelai oleh senyummu,tak kuasa isak menampung semuanya hingga aku menangis karena merasakan getir napasmu yang berubah menjadi sebuah kebahagiaan,kau menyunggingkan seulas senyum untukku,ayah.

Sepertinya masa kecil adalah masa-masa aku menjalani sebuah perjuangan dalam hidup. Belajar telungkup-merangkak-jatuh-berdiri-jatuh-takut berdiri-kamu tuntun lagi untuk berjalan-hingga aku berani berjalan sendiri. 

Waktu kecil, ketika aku belajar naik sepeda, jatuh. Ketika sekolah dan aku bermain lari-larian bersama temanku, jatuh. Pengalaman jatuhku cukup banyak, bekas lukaku juga cukup banyak. Hingga lama kelamaan jatuh menjadi perkara biasa untuk dihadapi.

Tapi ada hal unik, yah. Saat ini jatuh bukan lagi perkara tubuh tapi juga perkara pikiran. Ayah pasti tahu lebih banyak tentang itu. Hanya saja aku selalu ingat Ayah dan kata-kata Ayah ketika pertama kali aku jatuh. Kupikir itu adalah alasan yang menguatkanku untuk berdiri.

Ayah, aku ini tetap menjadi gadis kecil yang manja dihadapanmu. Masih menjadi gadis kecil yang tidak sanggup berbohong denganmu, semeyakinkan apapun aku berbohong kamu pasti tahu -walau tentu saja kamu pura-pura percaya padaku-. Aku hanya ingin mengucapkan sebuah ketulusan, terima kasih banyak atas enam belas tahun ini tabah sekali merawatku dengan segala keras kepala dan bebalnya aku, sekarang sudah waktunya aku yang ganti membahagiakanmu.

Walaupun hidup menjatuhkanku, walaupun segala tujuanku terasa sulit, berkat doa dan kasih sayangmu segalanya menjadi mungkin dan selalu ada harapan.
Mencintai dan membahagiakanmu itu tidak pernah menemukan kata selesai, Ayah. 

Ayah, Jika ada kehidupan lain setelah ini, ijinkan aku untuk tetap menjadi anakmu, aku menyayangimu.

Oh iya, kata-katamu yang menyemangati waktu aku jatuh pertama kali: "jangan takut, Ayah menjagamu dari belakang"

Selamat ulang tahun ayah 25 Mei 1965

Kamis, 01 Mei 2014

hari ini


Alunan yang kau dengarkan kemarin adalah sebuah pengungkapan,kau mendengarkannya,bahkan kau sempat membalasnya

Mungkin kau sempat bertanya “Apakah ini yang kausebut patah Ra? " Kemudian kau membiarkan waktu berjalan sendiri, menekuri masa demi masa. Hampa. tersudut menikmati alunan itu.

" Inikah yang dinamakan sia-sia?" Aku balik bertanya dalam lamunanku, seolah menjawab pertanyaanmu, Aku masih diam. Segalanya masih berputar di kepalamu, segala tanya tentang masa lalumu,kau ditenggelamkannya.

 "Ra,yang tabah ya" , bisik remang memecah lamunanku, suara itu, aku mengenalinya,aku tertunduk kian dalam,beralih melanjutkan lamunanku tadi.

 "Apa maksudmu?" aku bertanya sendiri dalam lamunku, Kau dan aku tak menemukan jawaban apapun dari pertanyaan-pertanyaan itu hingga akhirnya hening menjamu seluruhnya.

Mungkin,tidak semua pertanyaan harus mendapat jawaban, tapi cukup dimengerti, cukup diterima. Itu saja cukup.Kubiarkan hening menjadi tuan rumah bagi situasi ini. Kenangan dan masalalu tetap ada sebagai bagian dari waktu, bagian dari sejarah yang meski tak kau suka tapi menjadi alasanmu hidup hari ini. 

            Hari ini -atau tepatnya dimulai sejak beberapa waktu lalu-, kita adalah orang asing. Entah waktu, entah aku yang tak mampu menyikapi adamu hingga akhirnya segalanya selesai.

 Tapi hari ini, aku masih menunggu walaupun tak ada yang datang, selain sepi. 

-1 Mei 2014-



pergi



          Pergi, entahlah kemana yang pasti menjauh. Sudah sekian lama waktu kuhabiskan untuk menunggumu, meyakinkan bahwa berharap tidak harus sakit melulu. Namun berkali-kali juga kamu ragu dengan alasan belum dapat melangkah dari masa lalu. Aku tidak mungkin bisa membujukmu untuk melangkah karena hanya kamu yang punya kuasa pada setiap langkah.

         Percayalah, masa lalu itu selalu soal perasaan sedangkan masa depan adalah pemikiran. Kamu tak akan bisa terus selamanya diam di tempat dengan berharap dia yang kau sebut pengkhianat datang kembali seakan malaikat. Kamu adalah penguasa dari rasa, bukan budak rasa yang hanya pasrah menghadapi luka.

        Aku selalu berusaha, untuk memapah hatimu yang patah. Namun lagi-lagi segalanya berakhir sia-sia. Aku lelah. Mungkin memang waktu tidak pernah memihak kepadaku padahal aku selalu menjadikannya sahabat. Iya, apalagi sahabat setia bagi mereka yang sedang menunggu selain waktu?
Maaf jika selama ini aku tidak mampu menyiapkan pijakan kokoh untuk dapat kembali berjalan. Maaf jika ternyata aku hanya dapat menemani tanpa memberi kekuatan, juga maaf karena harap ini mati di ujung jalan.

       Jika ingin mencariku, aku sudah pergi ke masa depan. Mungkin itu satu-satunya cara agar dapat mengajakmu pergi dari masa lalu yang selama ini membuatmu nyaman. Sampai jumpa di ujung jalan.