Rabu, 12 Februari 2014

Luka yang kubuat -Ratih Pebri Rahmadhani-



Kau telah lama paham akan rasa yang sempat mereka bisingkan ,begitupun aku , aku berusaha memaklumi setiap hadirnya rumit,tapi keadaan sesungguhnya tetap saja enggan menjelma nyata. Hanya saja keadaan itu telaten menguliti sandiwaraku.
Saat perasaanku tertoreh lalu tertumpah ruah, mengapa seperti engkau tahu ada selirik mata yang membuntuti kemana tapakanmu menjajak, iya kah? Sepertinya aku terlalu membesar hati, namun sekecil itu lah hatiku berani merasa. Jika kau risih,jika kau terasa terganggu, maaf.
Dan di sini lah aku, mengingat sekeping kebodohanku untuk orang yang kemarin aku kagumi.Mungkin saat itu aku tidak paham, kalau setelahnya hariku tak akan sama lagi seperti hari lalu. Mungkin saat itu aku juga tak paham, kalau setelahnya aku akan mengenal apa itu mengagumi, diam-diam.
Aku yang sudah lancang jatuh ini akan berniat menjatuhkan diri ke lubang berbeda hingga pecah tanpa sisa?  Aku ragu menyelam mengetuk sendiri pintu usang hatiku memintakan jawab.
Berapa kali aku menegur hati untuk berhenti. Berhentilah, harus berkeras hati seperti ini kah aku? Bodoh ya, padahal aku tahu saat ini masih ada sosok istimewa itu,sosok istimewa itu mungkin takkan tergantikan.
Lagi-lagi aku tetap saja mengkokohkan, Padahal semenjak awal sudah menyadari,tentang rasa yang mungkin tak pernah pantas hadir menjelma menggantikan sosok istimewa itu.sosok yang teramat istimewa bagimu,bahkan aku tak sempat menuli saat mendengar lisan yang masih terucap tentang sosok istimewa itu, dan lagi-lagi aku tak sempat menyudahi pandangmu sembari menjelajah lurus menatap sosok istimewa itu.
            Jujur, berapa jauh rasa yang telah lama hadir,tapi belum sempat kau indahkan sampai saat ini, padahal sebelum kau menempatkan sosok istimewa itu,aku “telah lama hadir” sebagai penikmat rasa,kutarik lurus bayang matamu,aku hanya berani melahap kekosongan benak,bak semilir angin yang terus menggoyahkan harapku.
Sekeji apa aku menyakiti hati yang tak pernah ku pinta? Untuk membuat seulas senyum saja sekarang begitu sulit. Padahal dulu tak terhitung perharinya.Saat ini Berdiam hanya memandang. Mencari, tertawa, berlari sendiri. Sendu, pada akhirnya tersayat sendiri. Lebih ke menyayat diri malah, jujur saja.
Nanti,akankah rasaku tetap sama? Apa aku kuat bertahan dengan kebodohan ciptaanku sendiri? Kau adalah pendatang luka dan Aku tetap saja menjadi penerima luka darimu.
Terhitung hari ini,aku benar-benar berhenti,maaf sempat membuatmu risih akan hadirku.Setelah itu,aku benar-benar akan melupa.Aku terlalu puas menikmati luka yang kubuat sendiri.